Oleh : Fitriyah
*) Mahasiswa IAIN Madura, Fakultas Tarbiyah, Prodi Pendidikan Bahasa Arab
Khitbah atau yang dikenal dengan istilah meminang berarti seseorang laki –laki yang datang kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya dengan cara yang umum berlaku dalam masyarakat tersebut maka jika pihak wanita menerima lamaran pihak lelaki maka pasangan tersebut dinyatakan telah khitbah. Dan biasanya pasangan tersebut akan mengurus persiapan pernikahan.
Khitbah adalah pengajuan lamaran atau pinangan kepada pihak wanita namun pengajuan ini sifatnya belum lantas berlaku karena belum tentu diterima. Pihak wanita bisa saja meminta waktu untuk berfikir dan menimbang-nimbang atas permintaan itu untuk beberapa waktu.
Apabila khitbah itu diterima, maka barulah wanita itu menjadi wanita yang berstatus makhtubah yaitu wanita yang sudah dilamar, dipinang atau bisa disebut dengan wanita yang sudah dipertunangkan. Namun apabila khitbah itu tidak di terima misalnya di tolak dengan halus atau tidak dijawab sampai waktunya sehingga statusnya menggantung maka wanita itu tidak tidak dikatakan sebagai wanita yang sudah dikhitbah. Khitbah disini bukan pekerjaan sepihak, tetapi merupakan bentuk kesepakatan dua pihak dan untuk sampai kepada kesepakatan dari dua pihak khitbah memiliki alur langkah yang terdiri dari beberapa proses.
Sedangkan tunangan adalah sebuah proses menjalin komitmen antara seorang laki-laki dan perempuan yang dicintai, biasanya di tandai dengan saling bertukar cincin sebagai tanda ikatan tunangan,dalam istilah jawa, tradisi tunangan disebut dengan “ tatalen” yang berasal dari kata “ tali” artinya seseorang yang telah terlibat dalam tunangan tersebut seakan-akan mereka berada dalam sebuah ikatan tali.
Dalam islam, tunangan sebagaimana praktek umum yang terjadi ditengah masyarakat tidak memiliki dasar baik dari al-qur’an maupun hadis nabi SAW,karena merupakan tradisi yang muncul dan berkembang dalam masyarakat tertentu. Namun terkadang istilah tunangan ini sering diidentikkan oleh sebagian orang dengan istilah khitbah. Padahal antara Tunangan dengan khitbah (melamar) memiliki perbedaan yang cukup mendasar.
Khitbah merupakan proses melamar wanita yang akan dinikahinya yang selanjutnya dalam waktu yang tidak terlalu lama dilanjutkan dengan proses pernikahan. Sedangkan khitbah menurut syari’at islam adalah langkah penetapan atau penentuan sebelum pernikahan dilakukan dengan penuh kesadaran, kemantapan, dan ketenangan untuk menentukan pilihannya, sehingga tidak terlintas dalam benaknya untuk membatalkan pinangan tanpa ada faktor yang dibenarkan. Hal ini karena membatalkan pinangan dapat menyakiti perasaan wanita yang dipinang serta keluarga besarnya,merusak kemulian dan nama baiknya dan memutus tali silaturahmi serta tidak sesuai dengan akhlak yang mulia. Dengan demikian kitbah merupakan sebuah proses pra nikah yang diperbolehkan dalam islam.
Istilah khitbah dalam syari’at islam dapat ditemukan dalam hadis Nabi SAW antara lain:
أن ابن عمر رضي الله عنهما كان يقول نهى النبي صلى الله عليه وسلم أن يبيع بعضكم على بيع بعض ولا يخطب الرجل على خطب أخيه حتى يترك الخاطب قبله أو يأذن له الخاطب( رواه البخاري).
“Bahwa ibnu umar ra. Diriwayatkan berkata, Nabi SAW. Telah melarang sebagian kalian untuk berjual beli atas jual beli saudaranya,dan janganlah meminang atas pinangan orang lain sehingga ia meninggalkannya atau ia telah diberi izin oleh sang peminang pertama. ( HR.al- Bukhari).
Sedangkan praktek tunangan dengan saling memakaikan cincin, saling pegangan atau bahkan dengan cium kening atau pipi pasangannya dalam syari’at islam itu dilarang , karena dua insan yang menjalin ikatan pertunangan maupun khitbah tetaplah sebagai pasangan yang belum diikat dengan pernikahan yang syar’i sehingga mereka tidak bisa leluasa untuk melakukan berbagai tindakan sebagaimana layaknya suami-istri seperti berduaan , berpegangan tangan, maupun hidup serumah.
Dengan demikian ,ungkapan yang menyatakan bahwa”seorang tunangan laki-laki mempunyai setengah kewajiban dari calon istrinya”,tentu merupakan pernyataan dan sikap yang tidak memiliki dasar sama sekali. Dengan ungkapan lain: bahwa orang bertunangan tidak memiliki kewajiban maupun hak untuk memberi dan mendapatkan nafkah baik lahir dan batin. namun yang di maksudkan itu adalah kewajiban untuk menjaga janji atau kesepakatan bersama atau menjaga nama baik masing-masing pihak, maka itu merupakan kewajiban setiap orang yang menjalin perjanjian selama hal tersebut tidak bertentangan dengan hukum agama. Oleh sebab itu, sebagai tradisi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat tunangan perlu di atur dan diberi rambu-rambu atau ketentuan –ketentuan agar tidak bertentangan dengan syariat islam, antara lain:
1) Laki- laki dan wanita yang menjalin ikatan pertunangan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum agama islam, seperti bersentuhan, berduaan atau tinggal serumah layaknya pasangan suami istri dan berbagai tindakan yang dilarang oleh agama, seperti yang ditegaskan dalam hadis Nabi SAW:
عن أبي عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا يخلون رجل بامرأة إلا مع ذي محرم ( رواه البخاري ومسلم)
“Dari ibnu abbas diriwayatkan dari Nabi SAW beliau bersabda : jangan sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya,” ( HR. Al- Bukhari dan Muslim).
2) Hendaknya saling menjaga nama baik diri dan keluarga besar masing-masing pihak, dengan tidak menceritakkan aib atau kekurangan pihak lain serta tidak melakukan berbagai tindakan dan pernyataan yang merusak nama baik diri maupun keluarganya.
3) Menjaga dan menepati janji yang telah diikrarkan di hadapan keluarga besarnya, karena melanggar janji merupakan perbuatan tercela dan masuk ciri-ciri orang munafik. (*)
Artikel asli: https://mediamadura.com/2020/04/29/perbedaan-antara-khitbah-dan-pertunangan/
Comments are closed.